KONSEP
DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN
Pada handout ini dibahas
mengenai hal-hal sebagai berikut:
1 Pengertian
Strategi Pembelajaran
2 Model,
Pendekatan, Strategi, Metode dan Teknik pembelajaran
3 Klasifikasi
Strategi Pembelajaran
4 Komponen Strategi
Pembelajaran
5 Strategi
Pembelajaran Efektif
1.1 Pengertian Strategi Pembelajaran
Pada mulanya istilah strategi
digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai cara penggunaan seluruh
kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang berperang
dalam mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu
tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik
dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semuanya diketahui, baru
kemudian ia akan menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik tentang siasat
peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu
yang tepat untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam menyusun
strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari
luar.
Dari ilustrasi tersebut dapat
disimpulkan, bahwa strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau
keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan
sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a
particular education goal. Jadi, strategi pembelajaran dapat diartikan
sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Menurut Sanjaya Wina (2007) istilah
strategi, sebagaimana banyak istilah lainnya, dipakai dalam banyak konteks
dengan makna yang tidak selalu sama. Di dalam konteks belajar-mengajar,
strategi berarti pola umum perbuatan guru-peserta didik di dalam perwujudan
kegiatan belajar-mengajar. Sifat umum pola tersebut berarti bahwa macam dan
urutan perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan dan/atau dipercayakan
guru-peserta didik di dalam bermacam-macam peristiwa belajar. Dengan demikian
maka konsep strategi dalam hal ini menunjuk pada karakteristik abstrak rentetan
perbuatan guru-peserta didik di dalam peristiwa belajar-mengajar. Implisit di
balik karakteristik abstrak itu adalah rasional yang membedakan strategi yang
satu dari strategi yang lain secara fundamental. istilah lain yang juga
dipergunakan untuk maksud ini adalah model-model mengajar. Sedangkan rentetan
perbuatan guru-peserta didik dalam suatu peristiwa belajar-mengajar aktual
tertentu, dinamakan prosedur instruksional.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa
definisi tentang strategi pembelajaran.
- Kemp (1995) menjelaskan bahwa
strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
- Kozma (dalam Sanjaya 2007) secara umum
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap
kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan
kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
- Gerlach dan Ely menjelaskan
bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk
menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu.
Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi pembelajaran dimaksud
meliputi; sifat, lingkup, dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat
memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik.
- Dick dan Carey (1990 dalam
Sanjaya, 2007) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas
seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan
belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi
pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan
belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program
pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.
- Cropper di dalam Wiryawan dan Noorhadi
(1998) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas
berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai. la menegaskan bahwa setiap tingkah laku yang
diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya
harus dapat dipraktikkan.
Ada dua hal yang patut dicermati
dari pengertian-pengertian di atas. Pertama, strategi pembelajaran
merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan
pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti
penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja
belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai
tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah
pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran,
pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam
upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu
dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan
adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.
Strategi pembelajaran berbeda dengan
desain instruksional karena strategi pembelajaran berkenaan dengan kemungkinan
variasi pola dalam arti macam dan urutan umum perbuatan belajar-mengajar yang
secara prinsip berbeda antara yang satu dengan yang lain, sedangkan desain
instruksional menunjuk kepada cara-cara merencanakan sesuatu sistem lingkungan
belajar tertentu, setelah ditetapkan untuk menggunakan satu atau lebih
strategi pembelajaran tertentu. Kalau disejajarkan dengan pembuatan rumah,
pembicaraan tentang (bermacam-macam) strategi pembelajaran adalah ibarat
melacak pelbagai kemungkinan macam rumah yang akan dibangun (joglo, rumah
gadang, villa, bale gede, rumah gedung modern, dan sebagainya yang
masing-masing menampilkan kesan dan pesan unik), sedangkan desain
instruksional adalah penetapan cetak biru rumah yang akan dibangun itu serta
bahan-bahan yang diperlukan dan urutan langkah-langkah konstruksinya maupun
kriteria penyelesaian dari tahap ke tahap sampai dengan penyelesaian akhir,
setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibuat.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa
untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional, seorang guru memerlukan
wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi pembelajaran
sesuai dengan tujuan-tujuan belajar, baik dalam arti efek instruksional maupun
efek pengiring, yang ingin dicapai berdasarkan rumusan tujuan pendidikan yang
utuh, di samping penguasaan teknis di dalam mendesain sistem lingkungan
belajar-mengajar dan mengimplementasikan secara efektif apa yang telah
direncanakan di dalam desain instruksional.
Ceramah, diskusi, bermain peran,
LCD, video-tape, karya wisata, penggunaan nara sumber, dan lain-lainnya
merupakan metode, teknik dan alat yang menjadi bagian dari perangkat alat dan
cara di dalam pelaksanaan sesuatu strategi pembelajaran. Juga harus dicatat
bahwa dalam peristiwa pembelajaran, seringkali harus dipergunakan lebih dari
satu strategi, karena tujuan-tujuan yang akan dicapai juga biasanya
kait-mengait satu dengan yang lain dalam rangka usaha pencapaian tujuan yang
lebih umum.
Agar tidak bias dalam mendefinisikan
strategi pembelajaran, dibutuhkan pemahaman terhadap pengertian-pengertian lain
yang mirip dengan strategi pembelajaran yang selalu digunakan seperti model,
pendekatan, strategi, metode dan teknik. Dalam referensi kependidikan sering disandingkan
antara pengertian-pengertian tersebut dengan maksud yang serupa, namun dalam
bahan perkuliahan ini akan diuraikan perbedaan antara model, pendekatan,
strategi, metode dan teknik pembelajaran,
1.2 Model,Pendekatan, Strategi,metode dan teknik
pembelajaran
Arends (1997) menyatakan “The
term teaching model refers to a particular approach to instruction that
includes its goals, syntax, environment, and management ystem.” Istilah
model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk
tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya, sehingga model
pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada pendekatan, strategi,
metode atau prosedur. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan
lain-lain (Joyce, 1992 ). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model
pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik
sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Soekamto, dkk (dalam Nurulwati,
2000) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas
belajar mengajar.” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan
Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk
mengajar.
Model pembelajaran mempunvai empat
ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri
tersebut ialah:
- rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta
atau pengembangnya;
- landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik
belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);
- tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model
tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan lingkungan belajar yang
diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur,
2000 ).
Adapun istilah pendekatan (approach)
dalam pembelajaran menurut Sanjaya (2007) memiliki kemiripan dengan strategi.
Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan strategi dan metode. Pendekatan
dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya
proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya, strategi dan
metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber dari pendekatan tertentu.
Roy Killen (1998) misalnya mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran,
yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan
pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan
yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct
instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Menurut Fathurrahman Pupuh (2007)
metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan
sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, metode didefinisikan sebagai cara-cara
menyajikan bahan pelajara pada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan demikian, salah satu keterampilan yang harus dimiliki
oleh seorang guru dalam pembelajaran adalah keterampilan memilih motode.
Pemilihan metode terkait langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan
pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan
pengajaran diperoleh secara optimal. Oleh karena itu, salah satu hal yang
sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode
sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar-mengajar sama
pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan komponen pendidikan.
Makin tepat metode yang digunakan
oleh guru dalam mengajar akan semakin efektif kegiatan pembelajaran. Tentunya
ada juga faktor-faktor lain yang harus diperhatikan, seperti: faktor guru,
anak, situasi (lingkungan belajar), media, dan lain-lain.
Selain strategi, metode, dan
pendekatan pembelajaran, terdapat istilah lain yang kadang-kadang sulit
dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik mengajar
merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang
dilakukan orang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode, yaitu cara yang
harus dilakukan agar metode yang dilakukan berjalan efektif dan efisien. Dengan
demikian, sebelum seseorang melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan
kondisi dan situasi. Misalnya, berceramah pada siang hari dengan jumlah peserta
didik yang banyak tentu saja akan berbeda jika dilakukan pada pagi hari dengan
jumlah peserta didik yang sedikit.
Taktik adalah gaya seseorang dalam
melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik
sifatnya lebih individual. Misalnya ada dua orang yang sama-sama menggunkan
metode ceramah dalam situasi yang sama maka bisa dipastian mereka akan
melakukannya secara berbeda .
Dari paparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru akan
tergantung pada pendekatan yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan
strategi itu dapat diterapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya
menjalankan metode pembelajaran, guru dapat menentukan teknik yang dianggap
relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru memiliki taktik yang
mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.
1.3 Klasifikasi Strategi
Pembelajaran
Strategi dapat diklasifikasikan
menjadi 4, yaitu: strategi pembelajaran langsung (direct instruction),
tak langsung (indirect instruction), interaktif, mandiri, melalui
pengalaman (experimental).
Strategi pembelajaran langsung
Strategi pembelajaran langsung
merupakan pembelajaran yang banyak diarahkan oleh guru. Strategi ini efektif
untuk menentukan informasi atau membangun keterampilan tahap demi tahap. Pembelajaran
langsung biasanya bersifat deduktif.
Kelebihan strategi ini adalah mudah
untuk direncanakan dan digunakan, sedangkan kelemahan utamanya dalam
mengembangkan kemampuan-kemampuan, proses-proses, dan sikap yang diperlukan
untuk pemikiran kritis dan hubungan interpersonal serta belajar kelompok. Agar
peserta didik dapat mengembangkan sikap dan pemikiran kritis, strategi
pembelajaran langsung perlu dikombinasikan dengan strategi pembelajaran yang
lain.
Strategi pembelajaran tak langsung
Strategi pembelajaran tak langsung
sering disebut inkuiri, induktif, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan
penemuan. Berlawanan dengan strategi pembelajaran langsung, pembelajaran tak
langsung umumnya berpusat pada peserta didik, meskipun dua strategi tersebut
dapat saling melengkapi. Peranan guru bergeser dari seorang penceramah menjadi
fasilitator. Guru mengelola lingkungan belajar dan memberikan kesempatan
peserta didik untuk terlibat.
Kelebihan dari strategi ini antara
lain: (1) mendorong ketertarikan dan keingintahuan peserta didik, (2)
menciptakan alternatif dan menyelesaikan masalah, (3) mendorong kreativitas dan
pengembangan keterampilan interpersonal dan kemampuan yang
lain, (4) pemahaman yang lebih baik,
(5) mengekspresikan pemahaman. Sedangkan kekurangan dari pembelajaran ini
adalah memerlukan waktu panjang, outcome sulit diprediksi. Strategi
pembelajaran ini juga tidak cocok apabila peserta didik perlu mengingat
materi dengan cepat.
Strategi pembelajaran interaktif
Pembelajaran interaktif menekankan
pada diskusi dan sharing di antara peserta didik. Diskusi dan sharing
memberi kesempatan peserta didik untuk bereaksi terhadap gagasan, pengalaman,
pendekatan dan pengetahuan guru atau temannya dan untuk membangun cara
alternatif untuk berfikir dan merasakan.
Kelebihan strategi ini antara lain:
(1) peserta didik dapat belajar dari temannya dan guru untuk membangun
keterampilan sosial dan kemampuan-kemampuan, (2) mengorganisasikan pemikiran
dan membangun argumen yang rasional. Strategi pembelajaran interaktif memungkinkan
untuk menjangkau kelompokkelompok
dan metode-metode interaktif.
Kekurangan dari strategi ini sangat bergantung pada kecakapan guru dalam
menyusun dan mengembangkan dinamika kelompok.
Strategi pembelajaran empirik
(experiential)
Pembelajaran empirik berorientasi
pada kegiatan induktif, berpusat pada peserta didik, dan berbasis aktivitas.
Refleksi pribadi tentang pengalaman dan formulasi
perencanaan menuju penerapan pada
konteks yang lain merupakan faktor kritis
dalam pembelajaran empirik yang efektif.
Kelebihan dari startegi ini antara
lain: (1) meningkatkan partisipasi peserta didik, (2) meningkatkan sifat kritis
peserta didik, (3) meningkatkan analisis peserta didik, dapat menerapkan
pembelajaran pada situasi yang lain. Sedangkan kekurangan dari strategi ini
adalah penekanan hanya pada proses bukan pada hasil, keamanan siswa, biaya yang
mahal, dan memerlukan waktu yang panjang.
Strategi pembelajaran mandiri
Belajar mandiri merupakan strategi
pembelajaran yang bertujuan untuk
membangun inisiatif individu,
kemandirian, dan peningkatan diri. Fokusnya
adalah pada perencanaan belajar
mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Belajar
mandiri juga bisa dilakukan dengan
teman atau sebagai bagian dari kelompok
kecil.
Kelebihan dari pembelajaran ini
adalah membentuk peserta didik yang mandiri dan bertanggunggjawab. Sedangkan
kekurangannya adalah peserta MI belum dewasa, sehingga sulit menggunakan
pembelajaran mandiri.
Karakteristik dan cara penggunaan
macam-macam strategi di atas, akan dibahas tuntas pada pertemuan-pertemuan
selanjutnya. Strategi yang akan dibahas telah dimodivikasi sesuai yang banyak
diperlukan dalam pembelajaran di Mi, yaitu: pada paket 5, dibahas tentang
strategi pembelajaran langsung (direct instruction), paket 6,
strategi pembelajaran tak langsung (indirect instruction) yang diberi
judul dengan startegi pembelajaran inkuiri , paket 7, strategi
pembelajaran berbasis masalah (SPBM), paket 8, strategi pembelajaran kooperatf
(Cooperative Learning), paket 8, strategi pembelajaran aktif, dan paket
9, strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berfikir
1.4 Komponen Strategi Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu sistem
instruksional yang mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantung
satu sama lain untuk mencapai tujuan. Selaku suatu sistem, pembelajaran
meliputi suatu komponen, antara lain tujuan, bahan, peserta didik, guru,
metode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang
ada harus diorganisasikan sehingga antarsesama komponen terjadi kerja sama.
Oleh karena itu, guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen
tertentu saja misalnya metode, bahan, dan evaluasi saja, tetapi ia harus
mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.
Guru
Guru adalah pelaku pembelajaran,
sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor yang terpenting. Di tangan gurulah
sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat
dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen lain, dan sebaliknya guru mampu
memanipulasi atau merekayasa komponen lain menjadi bervariasi. Sedangkan
komponen lain tidak dapat mengubah guru menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa
pembelajaran oleh guru adalah membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai
dengan lingkungan yang diharapkan dari proses belajar peserta didik, yang pada akhirnya
peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan.
Untuk itu, dalam merekayasa pembelajaran, guru harus berdasarkan kurikulum yang
berlaku.
Peserta didik
Peserta didik merupakan komponen
yang melakukan kegiatan belajar untuk mengembangkan potensi kemampuan menjadi
nyata untuk mencapai tujuan belajar. Komponen peserta ini dapat dimodifikasi
oleh guru.
Tujuan
Tujuan merupakan dasar yang
dijadikan landasan untuk menentukan strategi, materi, media dan evaluasi
pembelajaran. Untuk itu, dalam strategi pembelajaran, penentuan tujuan
merupakan komponen yang pertama kali harus dipilih oleh seorang guru, karena
tujuan pembelajran merupakan target yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran
Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran merupakan medium
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berupa materi yang tersusun secara
sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan dan perkembangan kemajuan ilmu
pengetahuan dan tuntutan masyarakat. Menurut Suharsimi (1990) bahan ajar
merupakan komponen inti yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran
Agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara optimal, maka dalam menentukan strategi pembelajaran perlu
dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses
pembelajaran.
Metode
Metode adalah satu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Penentuan metode yang akan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran akan
sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang berlangsung.
Alat
Alat yang dipergunakan dalam
pembelajran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran alat memiliki fungsi sebagai
pelengkap untuk mencapai tujuan. Alat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat
verbal dan alat bantu nonverbal. Alat verbal dapat berupa suruhan, perintah,
larangan dan lain-lain, sedangkan yang nonverbal dapat berupa globe, peta,
papan tulis slide dan lain-lain.
Sumber Pembelajaran
Sumber pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat atau rujukan di mana bahan
pembelajaran bisa diperoleh. Sehingga sumber belajar dapat berasal dari
masyarakat, lingkungan, dan kebudayaannya, misalnya, manusia, buku, media masa,
lingkungan, museum, dan lain-lain.
Evaluasi
Komponen evaluasi merupakan komponen
yang berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah
tercapai atau belum, juga bisa berfungsi sebagai sebagai umpan balik untuk
perbaikan strategi yang telah ditetapkan. Kedua fungsi evaluasi tersebut
merupakan evaluasi sebagai fungsi sumatif dan formatif.
Situasi atau Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi guru
dalam menentukan strategi pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud adalah situasi
dan keadaan fisik (misalnya iklim, madrasah, letak madrasah, dan lain
sebagainya), dan hubungan antar insani, misalnya dengan teman, dan peserta
didik dengan orang lain. Contoh keadaan ini misalnya menurut isi materinya
seharusnya pembelajaran menggunakan media masyarakat untuk pembelajaran, karena
kondisi masyarakat sedang rawan, maka diubah dengan menggunakan metode lain,
misalnya membuat kliping.
Komponen-komponen strategi
pembelajaran tersebut akan mempengaruhi jalannya pembelajaran, untuk itu semua
komponen strategi pembelajaran merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
strategi pembelajaran. Untuk lebih mempermudah menganalisis faktor yang
berpengaruh terhadap strategi pembelajaran, komponen strategi pembelajaran
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: peserta didik sebagai raw input,
entering behavior peserta didik, dan instrumental input atau
sasaran.
Peserta didik sebagai raw input.
Strategi pembelajaran digunakan
dalam rangka membelajarkan peserta didik. Untuk itu dalam pembelajaran seorang
guru harus memperhatikan siapa yang dihadapi. Peserta didik pada tingkat
sekolah yang sama cenderung memiliki umur yang sama, sehingga perkembangan
intelektual pada umumnya adalah sama. Dipandang dari kesamaan ini, maka seorang
guru dapat menggunakan metode atau teknik yang sama dalam membelajarkan peserta
didik. Namun demikian di samping persamaan tersebut, peserta masih mempunyai
perbedaan-perbedaan walaupun pada umur yang relatif sama.
Perbedaan peserta didik tersebut
dari segi fisiologisnya adalah pendengaran, penglihatan, kondisi fisik, juga perbedaan
dari segi psikologisnya. Perbedaan segi psikologis tersebut antara lain adalah
IQ, bakat, motivasi, minat/perhatian, kematangan, kesiapan, dan masih banyak
lagi. Kondisi-kondisi tersebut sangat mempengaruhi peserta didik dalam belajar.
Untuk itu, dalam menentukan strategi pembelajaran harus diperhatikan hal-hal di
atas.
Pertimbangan yang perlu diperhatikan
dalam menghadapi heterogenitas peserta dalam kelas yang sama adalah seorang
guru disarankan untuk menggunakan multimetode dan multimedia. Hal ini
disebabkan masing-masing metode dan media mempunyai kelebihan dan kekurangan,
dan dimungkinkan masing-masing peserta didik akan mempunyai kecenderungan
tertarik pada metode dan media tertentu.
Entering Behavior Peserta Didik
Seorang pendidik untuk dapat
menentukan strategi pembelajaran yang sesuai terlebih dahulu harus
mengetahui perubahan perilaku, baik secara material-subtansial,
struktural-fungsional, maupun secara behavior peserta didik. Misalnya,
apakah tingkat prestasi yang dicapai peserta didik itu merupakan hasil kegiatan
belajar mengajar yang bersangkutan?. Untuk kepastiannya seharusnya guru
mengetahui tentang karakteristik perilaku peserta didik saat mereka mau masuk
sekolah dan saat kegiatan belajar mengajar dilangsungkan, tingkat dan jenis karakteristik
perilaku peserta didik yang dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan belajar
mengajar. Itulah yang dimaksudkan dengan entering behavior peserta didik.
Entering bahavior akan dapat diidentifikasi dengan
cara sebagai berikut:
- Secara tradisional, telah lazim para guru mulai
dengan pertanyaan mengenai bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan
bahan baru.
- Secara inovatif, guru tertentu di berbagai
lembaga pendidikan yang memiliki atau mampu mengembangkan instrumen
pengukuran prestasi belajar dengan memenuhi syarat, mengadakan pretes sebelum
mereka mulai mengikuti program belajar mengajar.
Pola-pola Belajar Peserta Didik
Mengetahui pola belajar peserta
didik adalah modal bagai seorang guru untuk menentukan strategi pembelajaran.
Robert M. Gagne (1979) membedakan pola-pola belajar peserta didik ke dalam
delapan tipe, yang tiap tipe merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi
hierarkinya. Delapan tipe belajar dimaksud adalah: 1) signal , (belajar
isyarat), 2) stimulus-response learning (belajar stimupons), 3) chaining
(rantai atau rangkaian), 4) verbal association,(asosiasi verbal), 5)
discrimination learning (belajar diskriminasi), 6) concept learning (belajar
konsep), 7) rule learning (belajar aturan), problem solving (memecahkan
masalah).
Kedelapan tipe belajar sebagaimana
disebutkan di atas akan dijelaskan satu per satu secara singkat dan jelas
sebagai berikut.
Belajar Tipe 1: Signal Learning
(Belajar Isyarat)
Belajar tipe ini merupakan tahap
yang paling dasar. Jadi, tidak ada persyaratan, namun merupakan hierarki yang
harus dilalui untuk menuju jenjang belajar yang paling tinggi. Signal
learning dapat diartikan sebagai penguasaan pola-pola dasar perilaku
bersifat involuntary ( tidak sengaja dan tidak disadari tujuannya).
Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang
diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal)
secara serempak dan perangsang-perangsang tertentu secara berulang
kali. Signal learning. Ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov
yang timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respon yang timbul
bersifat umum dan emosional selain timbulnya dengan tidak sengaja dan tidak
dapat dikuasai. Contoh: Aba-aba “Siap!” merupakan suatu signal atau
isyarat mengambil sikap tertentu. Melihat wajah ibu menimbulkan rasa senang. Wajah
ibu di sini merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan senang itu. Melihat
ular yang besar menimbulkan rasa takut. Melihat ular merupakan isyarat yang
menimbulkan perasaan tertentu.
Belajar Tipe 2: Stimulus-Respons
Learning (Belajar Stimulus-respon)
Bila tipe di atas digolongkan dalam
jenis classical condition, maka belajar 2 ini termasuk ke dalam instrumental
conditioning atau belajar dengan trial and error (mencoba-coba).
Proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang serupa dengan ini.
Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah faktor inforcement.
Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat penting. Makin singkat
jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat reinforcement.
Contoh: Anjing dapat diajar “memberi’
salam”.dengan mengangkat kaki depannya bila kita katakan “Kasih tangan! ”
atau “Salam “. Ucapan `kasih tangan’ merupakan stimulus yang menimbulkan
respons `memberi’ salam’ oleh anjing itu.
Belajar Tipe 3: Chaining (Rantai
atau Rangkaian)
Chaining adalah belajar menghubungkan satuan
ikatan S-R (Stimulus-Respons) yang satu dengan yang lain. Kondisi yang
diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini antara lain, secara internal
anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan pola S-R, baik psikomotorik
maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement
tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.
Contoh: Dalam bahasa kita banyak contoh chaining
seperti ibu-bapak, kampung-halaman, selamat tinggal, dan sebagainya.
Juga dalam perbuatan kita banyak terdapat chaining ini, misalnya pulang
kantor, ganti baju, makan malam, dan sebagainya. Chaining terjadi
bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, sebab yang terjadi segera setelah
yang satu lagi. Jadi berdasarkan hubungan conntiguity).
Belajar Tipe 4. Verbal Association
(Asosiasi Verbal)
Baik chaining maupun verbal
association, yang kedua tipe belajar ini, menghubungkan satuan
ikatan S-R yang satu dengan lain. Bentuk verbal association yang paling
sederhana adalah bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, dan si anak dapat
mengatakan “bujur sangkar”, atau mengatakan “itu bola saya”, bila melihat
bolanya. Sebelumnya, ia harus dapat membedakan bentuk geometris agar dapat
mengenal `bujur sangkar’ sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal
‘bola’, `saya’, dan ‘itu’. Hubungan itu terbentuk, bila unsurnya terdapat
dalam urutan tertentu, yang satu segera mengikuti satu lagi (conntiguity).
Belajar Tipe 5: Discrimination
Learning (Belajar Diskriminasi)
Discrimination learning atau belajar membedakan. Tipe ini
peserta didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara perangsang atau
sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respons yang
dianggap paling sesuai. Kondisi utama berlangsung proses belajar ini adalah
anak didik sudah mempunyai pola aturan melakukan chaining dan association
serta pengalaman (pola S-R)
Contoh:. Guru mengenal peserta didik serta
nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak itu.
Diskriminasi didasarkan atas chain. Anak misalnya harus mengenal mobil
tertentu berserta namanya. Untuk mengenal model lain diadakannya chain baru
dengan kemungkinan yang satu akan mengganggu yang satunya lagi. Makin banyak
yang dirangkaikan, makin besar kesulitan yang dihadapi, karena kemungkinan
gangguan atau interference itu, dan kemungkinan suatu chain dilupakan.
Belajar Tipe 6: Concept Learning
(Belajar Konsep)
Concept learning adalah belajar pengertian. Dengan
berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, ia
membentuk suatu pengertian atau konsep. Kondisi utama yang diperlukan adalah
menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
Belajar konsep dapat dilakukan
karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia
sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Manusia dapat melakukannya tanpa batas
berkat bahasa dan kemampuannya mengabstraksi. Dengan menguasai konsep, ia dapat
menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna,
bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. la dapat menggolongkan manusia menurut
hubungan keluarga, seperti bapak, ibu, paman, saudara, dan sebagainya; menurut
bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal ini, kelakuan manusia tidak
dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk yang abstrak.
Misalnya kita dapat menyuruh peserta didik dengan perintah: “Ambilkan botol
yang di tengah! ” Untuk mempelajari suatu konsep, peserta didik harus
mengalami berbagai situasi dengan stimulus tertentu. Untuk itu, ia harus dapat
mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk
konsep itu. Proses belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara
berangsur-angsur.
Belajar Tipe 7: Rule Learning
(Belajar Aturan)
Rule learning belajar membuat generalisasi, hukum,
dan kaidah. Pada tingkat ini peserta didik belajar mengadakan kombinasi
berbagai konsep dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif,
dedukatif, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas)
sehingga peserta didik dapat menemukan konklusi tertentu yang mungkin
selanjutnya dipandang sebagai “rule “: prinsip, daliI, aturan, hukum,
kaidah, dan sebagainya.
Belajar Tipe 8: Problem Solving
(Pemecahan Masalah)
Problem solving adalah belajar memecahkan masalah.
Pada tingkat ini para peserta didik belajar merumuskan memecahkan masalah,
memberikan respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan
situasi problematik, yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.
Belajar memecahkan masalah itu berlangsung sebagai berikut: Individu
menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan
sehingga merasakan adanya semacam kesulitan. Langkah-langkah yang
memecahkan masalah, adalah sebagai berikut:
Merumuskan dan Menegaskan Masalah
Individu melokalisasi letak sumber
kesulitan, untuk memungkinkan mencari jalan pemecahannya. la menandai aspek
mana yang mungkin dipecahkan dengan menggunakan prinsip atau dalil serta kaidah
yang diketahuinya sebagai pegangan.
Mencari Fakta Pendukung dan
Merumuskan Hipotesis
Individu menghimpun berbagai
informasi yang relevan termasuk pengalaman orang lain dalam menghadapi
pemecahan masalah yang serupa. Kemudian mengidentifikasi berbagai alternatif
kemungkinan pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai pertanyaan dan jawaban
sementara yang memerlukan pembuktian (hipotesis).
Mengevaluasi Alternatif Pemecahan
yang Dikembangkan
Setiap alternatif pemecahan ditimbang
dari segi untung ruginya. Selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan memilih
alternatif yang dipandang paling mungkin (feasible) dan menguntungkan.
Mengadakan Pengujian atau Verifikasi
Mengadakan pengujian atau verifikasi
secara eksperimental alternatif pemecahan yang dipilih, dipraktikkan, atau
dilaksanakan. Dari hasil pelaksanaan itu diperoleh informasi untuk membuktikan
benar atau tidaknya yang telah dirumuskan.
Instrumental Input atau Sasaran
Instrumental input menunjukkan
kualifikasi serta kelengkapan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
berlangsungnya proses pembelajaran. Yang termasuk dalam instrumental input
antara lain guru, kurikulum, bahan/sumber, metode, dan media.
Keberadaan instrumental input ini
sangat mempengaruhi dalam menentukan strategi pembelajaran. Misalnya secara
teoritis, dipandang dari tujuannya maka suatu materi harus disajikan dengan
menggunakan metode laboratorium, namun karena tidak adanya media di sekolah
tersebut, maka diganti dengan metode demonstrasi atau yang lainnya.
Strategi pembelajaran yang dterapkan
oleh guru akan selalu bergantung pada sasaran atau tujuan. Tujuan itu
bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkrit,
yakni Tujuan Instruksional Khusus dan Tujuan Instruksional Umum, tujuan
kurikuler, tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal.
Persepsi guru atau persepsi anak
didik mengenai sasaran akhir kegiatan pelajaran akan mempengaruhi
persepsi mereka terhadap sasaran-antara serta sasaran-kegiatan. Sasaran
itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan
tersebut harus memiliki kualifikasi: a) pengembangan bakat secara, optimal, b)
hubungan antarmanusia, c) efisiensi ekonomi, dan d) tanggung jawab warga selaku
warga negara.
Pandangan hidup para guru maupun
peserta didik akan turut mewarnai berkenaan dengan gambaran karakteristik
sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan mempengaruhi juga kebijakan tentang
perencanaan, pengorganisasian, serta penilaian terhadap kegiatan belajar
mengajar.
Enviromental Input ( Lingkungan).
Lingkungan sangat mempengaruhi guru
di dalam menentukan strategi belajar- mengajar. Lingkungan yang dimaksud adalah
situasi dan keadaan fisik (misalnya iklim, sekolah, letak sekolah, dan lain
sebagainya), dan hubungan antar insani, misalnya dengan teman, dan peserta
didik dengan orang lain. Contoh keadaan ini misalnya seharusnya menurut isi
materinya seharusnya menggunakan media masyarakat untuk pembelajaran, karena
kondisi masyarakat sedang rawan, maka diubah dengan menggunakan metode lain,
misalnya membuat kliping.
Proses belajar mengajar adalah suatu
aspek dari lingkungan sekolah yang diiorganisasi. Lingkungan ini diatur serta
diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai dengan tujuan pendidikan.
Pengawasan itu turut menentukan lingkungan dalam membantu kegiatan belajar.
Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang menantang dan merangsang
para peserta didik belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujua
yang diharapkan. Salah satu faktor yang mendukung kondisi belajar di
dalam suatu kelas adalah job description proses belajar mengajar yang
berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok peserta didik. Sehubungan dengan hal ini, job description guru
dalam implementasi proses belajar- mengajar sebagai berikut.
- · Perencanaan instruksional, yaitu alat atau media
untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan organisasi belajar.
- Organisasi belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah
dan fasilitas-fasilitas atau lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang
mengandung kemungkinan terciptanya proses belajar mengajar. Menggerakkan
anak didik yang merupakan usaha memancing, membangkitkan, dan mengarahkan
motivasi belajar peserta didik.
- Supervisi dan pengawasan, yakni usaha mengawasi,
menunjang, manbantu, mengaskan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar
sesuai dengan perencanaan instruksional yang telah didesain sebelumnya.
- Penelitian yang lebih bersifat penafsiran penilaian yang
mendukung pengertian lebih luas dibanding dengan pengukuran atau
evaluasi pendidikan.
1.5 Strategi Pembelajaran efektif
Pengertian strategi pembelajaran
efektif adalah prinsip memilih hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip umum penggunaan strategi
pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok digunakan
untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Setiap strategi memiliki
kekhasan sendiri-sendiri. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Killen (1998): No
teaching strategy is better than others in all circumstances, so you have to be
able to use a variety of teaching strategies, and make rational decisions about
when each of the teaching strategies is likely to most effective.
Apa yang dikemukakan Killen itu
jelas bahwa guru harus mampu memilih strategi yang dianggap cocok dengan
keadaan. Oleh sebab itu, guru perlu memahami prinsip-prinsip umum penggunaan
strategi pembelajaran sebagai berikut.
Berorientasi pada Tujuan
Segala aktivitas guru dan peserta
didik, mestinya diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ini
sangat penting, sebab mengajar adalah proses yang bertujuan. Oleh karena
keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Aktivitas
Belajar bukanlah menghafal sejumlah
fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus
dapat mendorong aktivitas peserta didik.
Individualitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan
setiap individu peserta didik. Walaupun kita mengajar pada sekelompok peserta
didik, namun pada hakikatnya yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku
setiap peserta didik.
Integritas
Mengajar harus dipandang sebagai
usaha mengembangkan seluruh pribadi peserta didik. Mengajar bukan hanya
mengembangkan kemampuan kognitif saja, tetapi juga meliputi aspek afektif, dan
psikomotorik.
Prinsip khusus dalam pengelolaan
pembelajaran sebagai berikut.
Interaktif
Prinsip interaktif mengandung makna
bahwa mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan pengetahuan dari guru ke
peserta didik; akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan
yang dapat merangsang peserta didiik untuk belajar. Dengan demikian, proses
pembelajaran adalah proses interaksi baik antara guru dan peserta didik, antara
peserta didik dan peserta didik, maupun antara peserta didik dengan
lingkungannya. Melalui proses interaksi, memungkinkan kemampuan peserta didik
akan berkembang, baik mental maupun intelektualnya.
Inspiratif
Proses pembelajaran adalah proses
yang inspiratif, yang memungkinkan peserta didik untuk mencoba dan melakukan
sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran
bukan harga mati, yang bersifat mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang
merangsang peserta didik untuk mau mencoba dan mengujinya. Oleh karena itu,
guru mesti membuka berbagai kemungkinan yang dapat dikerjakan peserta didik.
Biarkan peserta didik berbuat dan berpikir sesuai dengan inspirasinya sendiri,
sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa dimaknai oleh
setiap peserta didik.
Menyenangkan
Proses pembelajaran adalah proses
yang dapat mengembangkan seluruh potensi peserta didik. Seluruh potensi itu
hanya mungkin dapat berkembang manakala mereka terbebas dari rasa takut dan
menegangkan. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar proses pembelajaran
merupakan proses yang menyenangkan (joyfull learning). Proses
pembelajaran yang menyenangkan bisa dilakukan, pertama, dengan menata ruangan
yang apik dan menarik, yaitu yang memenuhi unsur kesehatan, misalnya dengan
pengaturan cahaya, ventilasi, dan sebagainya; serta memenuhi unsur keindahan,
misalnya cat tembok yang segar dan bersih, bebas dari debu, lukisan dan karya-karya
peserta didik yang tertata, vas bunga, dan lain sebagainya. Kedua, melalui
pengelolaan pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni dengan menggunakan
pola dan model pembelajaran, media, dan sumber belajar yang relevan serta
gerakan-gerakan guru yang mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
Menantang
Proses pembelajaran adalah proses
yang menantang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yakni
merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan
dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu peserta didik melalui kegiatan mencoba-coba,
berpikir secara intuitif atau bereksplorasi. Apa pun yang diberikan dan
dilakukan guru harus dapat merangsang peserta didik untuk berpikir (learning
how to learn) dan melakukan (learning how to do). Apabila guru akan
memberikan informasi, hendaknya tidak memberikan informasi yang sudah jadi
yang siap dikonsumsi peserta didik, akan tetapi informasi yang mampu
membangkitkan peserta didik untuk mau “mengunyahnya”, untuk memikirkannya
sebelum ia mengambil kesimpulan. Untuk itu, dalam hal-hal tertentu,
sebaiknya guru memberikan informasi yang “meragukan”, kemudian karena keraguan
itulah peserta terangsang untuk membuktikannya.
Motivasi
Motivasi adalah aspek yang sangat
penting untuk membelajarkan peserta didik. Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin
mereka memiliki kemauan untuk belajar. Oleh karena itu, membangkitkan motivasi
merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran.
Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan peserta didik untuk
bertindak atau melakukan sesuatu. Dorongan itu hanya mungkin muncul dalam diri
peserta didik manakala mereka merasa membutuhkan (need). Peserta didik
yang merasa butuh akan bergerak dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhannya.
Oleh sebab, itu dalam rangka membangkitkan motivasi, guru harus dapat
menunjukkan pentingnya pengalaman dan materi belajar bagi kehidupan peserta
didik, dengan demikian peserta didik akan belajar bukan hanya sekadar untuk
memperoleh nilai atau pujian akan tetapi didorong oleh keinginan untuk memenuhi
kebutuhannya.
Rangkuman
- Ada dua hal yang patut dicermati dari
pengertian-pengertian strategi pembelajaran Pertama, strategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam
pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada
proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua,
strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua
keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.
- Model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar.”
- Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan
merujuk pada pandangan tentang terjadinya proses yang sifatnya
masih sangat umum
- Metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang
dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan
pembelajaran metode didefinisikan sebagai cara-cara menyajikan bahan
pelajara pada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan
- Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari
metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan orang dalam rangka
mengimplementasikan suatu metode yaitu cara yang harus dilakukan agar
metode yang dilakukan berjalan efektif dan efisien. Taktik adalah gaya
seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Dengan
demikian, taktik sifatnya lebih individual.
- Komponen strategi pembelajaran adalah; guru, siswa,
tujuan, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, metode, alat, sumber
pembelajaran dan evaluasi
- Komponen-komponen strategi pembelajaran akan
mempengaruhi jalannya pembelajaran, untuk itu, semua komponen strategi
pembelajaran merupakan faktor yang berpengaruh terhadap strategi
pembelajaran.
- Faktor yang mempengaruhi strategi pembelajaran dapat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu peserta didik, sebagai raw input, instrumental
input atau sasaran, enviromental input ( lingkungan).
- Strategi pembelajaran efektif: berorentasi pada tujuan.
aktivitas, individualitas, integritas, motivasi, menantang. menyenangkan,
inspiratif, interaktif
Konsep dasar strategi belajar
mengajar ini meliputi hal-hal: (1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan perilaku pebelajar; (2) menentukan pilihan berkenaan dengan
pendekatan terhadap masalah belajar mengajar, memilih prosedur, metode dan
teknik belajar mengajar; dan (3) norma dan kriteria keberhasilan kegiatan
belajar mengajar. Strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar
haluan untuk bertindak dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Dikaitkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dikaitkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Newman dan Mogan strategi
dasar setiap usaha meliputi empat masalah masing-masing adalah sebagai berikut.
- Pengidentifikasian dan penetapan spesifiakasi dan
kualifikasi hasil yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha tersebut
dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang memerlukannya.
- Pertimbangan dan pemilihan pendekatan utama yang ampuh
untuk mencapai sasaran.
- Pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang
ditempuh sejak awal sampai akhir.
- Pertimbangan dan penetapan tolok ukur dan ukuran baku
yang akan digunakanuntuk menilai keberhasilan usaha yang dilakukan.
Kalau diterapkan dalam konteks
pembelajaran, keempat strategi dasar tersebut bisa diterjemahkan menjadi: (1)
mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah
laku kepribadian peserta didik yang diharapkan; (2) memilih sistem pendekatan
belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat; (3)
memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat, efektif, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para
guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya; dan (4) menetapkan norma-norma dan
batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga
dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan
belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan
sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar supaya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan. Dengan kata lain apa yang harus dijadikan sasaran dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Sasaran ini harus dirumuskan secara jelas dan konkrit sehingga mudah dipahami oleh peserta didik. Perubahan perilaku dan kepribadian yang kita inginkan terjadi setelah siswa mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar itu harus jelas, misalnya dari tidak bisa membaca berubah menjadi dapat membaca. Suatu kegiatan belajar mengajar tanpa sasaran yang jelas, berarti kegiatan tersebut dilakukan tanpa arah atau tujuan yang pasti. Lebih jauh suatu usaha atau kegiatan yang tidak punya arah atau tujuan pasti, dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan tidak tercapainya hasil yang diharapkan.
Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara kita memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang kita gunakan dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasilnya. Suatu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan berbeda, akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak sama. Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil, dan sebagainya akan melahirkan kesimpulan yang berbeda bahkan mungkin bertentangan kalau dalam cara pendekatannya menggunakan berbagai disiplin ilmu. Pengertian-pengertian, konsep, dan teori ekonomi tentang baik, benar, atau adil, tidak sama dengan baik, benar atau adil menurut pengertian konsep dan teori antropologi. Juga akan tidak sama apa yang dikatakan baik, benar atau adil kalau kita menggunakan pendekatan agama karena pengertian, konsep, dan teori agama mengenai baik, benar atau adil itu jelas berbeda dengan konsep ekonomi maupun antropologi. Begitu juga halnya dengan cara pendekatan terhadap kegiatan belajar mengajar dalam pembelajaran.
Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi siswa agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau supaya murid- murid terdorong dan mampu berfikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dengan sasaran yang berbeda hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang sama.
Keempat, menetapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Suatu program baru bisa diketahui keberhasilannya setelah dilakukan evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar lain. Apa yang harus dinilai dan bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk kemampuan yang harus dimiliki oleh guru. Seorang siswa dapat dikategorikan sebagai murid yang berhasil bisa dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari segi kerajinannya mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, prestasi olah raga, keterampilan dan sebagainya atau dilihat dan berbagai aspek.
Keempat dasar strategi tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh antaradasar yang satu dengan dasar yang lain saling menopang dan tidak bisa dipisahkan.
Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar supaya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan. Dengan kata lain apa yang harus dijadikan sasaran dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Sasaran ini harus dirumuskan secara jelas dan konkrit sehingga mudah dipahami oleh peserta didik. Perubahan perilaku dan kepribadian yang kita inginkan terjadi setelah siswa mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar itu harus jelas, misalnya dari tidak bisa membaca berubah menjadi dapat membaca. Suatu kegiatan belajar mengajar tanpa sasaran yang jelas, berarti kegiatan tersebut dilakukan tanpa arah atau tujuan yang pasti. Lebih jauh suatu usaha atau kegiatan yang tidak punya arah atau tujuan pasti, dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan tidak tercapainya hasil yang diharapkan.
Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara kita memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang kita gunakan dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasilnya. Suatu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan berbeda, akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak sama. Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil, dan sebagainya akan melahirkan kesimpulan yang berbeda bahkan mungkin bertentangan kalau dalam cara pendekatannya menggunakan berbagai disiplin ilmu. Pengertian-pengertian, konsep, dan teori ekonomi tentang baik, benar, atau adil, tidak sama dengan baik, benar atau adil menurut pengertian konsep dan teori antropologi. Juga akan tidak sama apa yang dikatakan baik, benar atau adil kalau kita menggunakan pendekatan agama karena pengertian, konsep, dan teori agama mengenai baik, benar atau adil itu jelas berbeda dengan konsep ekonomi maupun antropologi. Begitu juga halnya dengan cara pendekatan terhadap kegiatan belajar mengajar dalam pembelajaran.
Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi siswa agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau supaya murid- murid terdorong dan mampu berfikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dengan sasaran yang berbeda hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang sama.
Keempat, menetapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Suatu program baru bisa diketahui keberhasilannya setelah dilakukan evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar lain. Apa yang harus dinilai dan bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk kemampuan yang harus dimiliki oleh guru. Seorang siswa dapat dikategorikan sebagai murid yang berhasil bisa dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari segi kerajinannya mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, prestasi olah raga, keterampilan dan sebagainya atau dilihat dan berbagai aspek.
Keempat dasar strategi tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh antaradasar yang satu dengan dasar yang lain saling menopang dan tidak bisa dipisahkan.
KLASIFIKASI STRATEGI BELAJAR-MENGAJAR
Klasifikasi strategi belajar-mengajar, berdasarkan bentuk dan pendekatan:
1. Expository dan Discovery/Inquiry :
“Exposition” (ekspositorik) yang
berarti guru hanya memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum
atau dalil beserta bukti bukti yang mendukung. Siswa hanya menerima saja
informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga
siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang
diterimanya itu, disebut ekspositorik. Hampir tidak ada unsur discovery
(penemuan). Dalam suatu pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub
strategi serta metode mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan
metode campuran.
Suatu saat guru dapat menggunakan strategi ekspositorik dengan metode ekspositorik juga. Begitu pula dengan discovery/inquiry. Sehingga suatu ketika ekspositorik - discovery/inquiry dapat berfungsi sebagai strategi belajar-mengajar, tetapi suatu ketika juga berfungsi sebagai metode belajar-mengajar.
Guru dapat memilih metode ceramah, ia hanya akan menyampaikan pesan berturut-turut sampai pada pemecahan masalah/eksperimen bila guru ingin banyak melibatkan siswa secara aktif. Strategi mana yang lebih dominan digunakan oleh guru tampak pada contoh berikut:
Pada Taman kanak-kanak, guru menjelaskan kepada anak-anak, aturan untuk menyeberang jalan dengan menggunakan gambar untuk menunjukkan aturan : Berdiri pada jalur penyeberangan, menanti lampu lintas sesuai dengan urutan wama, dan sebagainya.
Dalam contoh tersebut, guru menggunakan strategi ekspositorik. Ia merigemukakan aturan umum dan mengharap anak-anak akan mengikuti/mentaati aturan tersebut.
Dengan menunjukkan sebuah media film yang berjudul “Pengamanan jalan menuju sekolah guru ingin membantu siswa untuk merencanakan jalan yang terbaik dan sekolah ke rumah masing-masing dan menetapkan peraturan untuk perjalanan yang aman dari dan ke sekolah.
Dengan film sebagai media tersebut, akan merupakan strategi ekspositori bila direncanakan untuk menjelaskan kepada siswa tentang apa yang harus mereka perbuat, mereka diharapkan menerima dan melaksanakan informasi/penjelasan tersebut. Akan tetapi strategi itu dapat menjadi discovery atau inquiry bila guru menyuruh anak-anak kecil itu merencanakan sendiri jalan dari rumah masing masing. Strategi ini akan menyebabkan anak berpikir untuk dapat menemukan jalan yang dianggap terbaik bagi dirinya masing-masing. Tugas tersebut memungkinkan siswa mengajukan pertanyaan pertanyaan sebelum mereka sampai pada penemuan-penemuan yang dianggapnya terbaik. Mungkin mereka perlu menguji cobakan penemuannya, kemungkinan mencari jalan lain kalau dianggap kurang baik.
Dan contoh sederhana tersebut dapat kita lihat bahwa suatu strategi yang diterapkan guru, tidak selalu mutlak ekspositorik atau discovery. Guru dapat mengkombinasikan berbagai metode yang dianggapnya paling efektif untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Discovery dan Inquiry :
Discovery (penemuan) sering
dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan). Discovery (penemuan)
adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu
prinsip. Proses mental misalnya; mengamati, menjelaskan, mengelompokkan,
membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan konsep, misalnya; bundar, segi
tiga, demokrasi, energi dan sebagai. Prinsip misalnya “Setiap logam bila
dipanaskan memuai”
Inquiry, merupakan perluasan dari discovery (discovery yang digunakan lebih mendalam) Artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya; merumuskan problema, merancang eksperi men, melaksanakan eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Selanjutnya Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-batas tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry adalah baik untuk siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi. DR. J. Richard Suchman mencoba mengalihkan kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang didominasi. guru ke situasi yang melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud diskusi, seminar dan sebagainya. Salah satu bentuknya disebut Guided Discovery Lesson, (pelajaran dengan penemuan terpimpin) yang langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Adanya problema yang akan
dipecahkan, yang dinyatakan dengan pernyataan atau pertanyaan
2. Jelas tingkat/kelasnya (dinyatakan
dengan jelas tingkat siswa yang akan diberi pelajaran, misalnya SMP kelas III)
3. Konsep atau prinsip yang harus ditemukan
siswa melalui keglatan tersebut perlu ditulis dengan jelas.
4. Alat/bahan perlu disediakan sesuai
dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan
5. Diskusi sebagai pengarahan sebelum
siswa melaksanakan kegiatan.
6. Kegiatan metode penemuan oleh siswa
berupa penyelidikan/percobaan untuk menemukan konsep-konsep atau
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan
7. Proses berpikir kritis perlu
dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan
dalam kegiatan.
8. Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
9. Ada catatan guru yang meliputi
penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
hasil terutama kalau penyelidikan mengalami kegagalan atau tak berjalan
Sebagaimana mestinya.
Sedangkan langkah-langkah inquiry
menurut dia meliputi:
1. Menemukan masalah
2. Pengumpulan data untuk memperoleh
kejelasan
3. Pengumpulan data untuk mengadakan
percobaan
4. Perumusan keterangan yang diperoleh
5. Analisis proses inquiry.
3. Pendekatan konsep :
Terlebih dahulu harus kita ingat
bahwa istilah “concept” (konsep) mempunyai beberapa arti. Namun dalam hal ini
kita khususkan pada pembahasan yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar.
Suatu saat seseorang dapat belajar mengenal kesimpulan benda-benda dengan jalan
membedakannya satu sama lain. Jalan lain yang dapat ditempuh adalah memasukkan
suatu benda ke dalam suatu kelompok tertentu dan mengemukakan beberapa contoh
dan kelompok itu yang dinyatakan sebagai jenis kelompok tersebut. Jalan yang
kedua inilah yang memungkinkan seseorang mengenal suatu benda atau peristiwa
sebagai suatu anggota kelompok tertentu, akibat dan suatu hasil belajar yang
dinamakan “konsep”.
Kita harus memperhatikan pengertian yang paling mendasar dari istilah “konsep”, yang ditunjukkan melalui tingkah laku individu dalam mengemukakan sifat-sifat suatu obyek seperti : bundar, merah, halus, rangkap, atau obyek-obyek yang kita kenal seperti rambut, kucing, pohon dan rumah. Semuanya itu menunjukkan pada suatu konsep yang nyata (concrete concept). Gagne mengatakan bahwa selain konsep konkret yang bisa kita pelajari melalui pengamatan, mungkin juga ditunjukkan melalui definisi/batasan, karena merupakan sesuatu yang abstrak. Misalnya iklim, massa, bahasa atau konsep matematis. Bila seseorang telah mengenal suatu konsep, maka konsep yang telah diperoleh tersebut dapat digunakan untuk mengorganisasikan gejala-gejala yang ada di dalam kehidupan. Proses menghubung-hubungkan dan mengorganisasikan konsep yang satu dengan yang lain dilakukan melalui kemampuan kognitif
4. Pendekatan Cara Belajar Stswa Aktif
(CBSA)
Pendekatan ini sebenamya telah ada
sejak dulu, ialah bahwa di dalam kelas mesti terdapat kegiatan belajar yang
mengaktifkan siswa (melibatkan siswa secara aktif). Hanya saja kadar (tingkat)
keterlibatan siswa itulah yang berbeda. Kalau dahulu guru lebih banyak
menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa, akan tetapi saat ini
dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan siswa. Kegiatan
belajar-mengajar tidak lagi berpusat pada siswa (student centered).
Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu, betapapun sederhananya. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada iswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendin fakta dan kosep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Hakekat dad CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
o Proses asimilasi/pengalaman
kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan
o Proses perbuatan/pengalaman
langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya keterampilan
o Proses penghayatan dan internalisasi
nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap
Walaupun demikian, hakekat CBSA
tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional, tetapi
terutama juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau
kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis.
Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia
dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu merencanakan sistem
pengajaran yang efektif dan efisien.
Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkani menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-pninsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar karena memang sengaja dirancang untuk itu.
Prinsip-prinsip CBSA:
Dan uraian di atas kita ketahui bahwa prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi subjek didik :
- Keberanian mewujudkan minat,
keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam
proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang
direnca nakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi
kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
- Keberanian untuk mencari
kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan
suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses
belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
- Kreatifitas siswa dalam
menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan
tertentu yang memang dirancang olch guru.
- Kreatifitas siswa dalam
menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan
tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
- Peranan bebas dalam mengerjakan
sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
b. Dimensi Guru
- Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam
meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses
belajar-mengajar.
- Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai
inovator dan motivator.
- Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses
belajar-mengajar.
- Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai
dengan cara, mama serta tingkat kemampuan masing-masing.
- Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi
belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan
menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai
tujuan.
c. Dimensi Program
- Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran
yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal
yang sangat penting diperhatikan guru.
- Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan
konsep mau pun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
- Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan
situasi dan kondisi.
d. Dimensi situasi belajar-mengajar
- Situasi belajar yang
menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa
maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
- Adanya suasana gembira dan
bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.
Rambu-rambu CBSA :
Yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah perwujudan prinsip-prinsip CBSA yang dapat diukur dan rentangan yang paling rendah sampai pada rentangan yang paling tinggi, yang berguna untuk menentukan tingkat CBSA dan suatu proses belajar-mengajar. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi. Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah suatu proses belajar-mengajar memiliki kadar CBSA yang tinggi atau rendah. Jadi bukan menentukan ada atau tidak adanya kadar CBSA dalam proses belajar-mengajar. Bagaimanapun lemahnya seorang guru, namun kadar CBSA itu pasti ada, walaupun rendah.
a. Berdasarkan pengelompokan siswa :
Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru hams disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru hams disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
b. Berdasarkan kecepatan
nzasing-rnasing siswa :
Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
c. Pengelompokan berdasarkan kemampuan
:
Pengelompokan yang homogin han didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satukelompok maka hal mi mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
Pengelompokan yang homogin han didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satukelompok maka hal mi mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
d. Pengelompokkan berdasarkan persamaan
minat :
Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.
Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.
e. Berdasarkan domein-domein tujuan :
Strategi belajar-mengajar berdasarkan domein/kawasan/ranah tujuan, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Menurut Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domein ialah: 1) Domein kognitif, yang menitik beratkan aspek cipta. 2) Domein afektif, aspek sikap. 3) Dornein psikomotor, untuk aspek gerak.
Gagne mengklasifikasi lima macam kemampuan ialah: 1) Keterampilan intelektual. 2) Strategi kognitif. 3) Informasi verbal. 4) Keterampilan motorik. 5) Sikap dan nilai.
Strategi belajar-mengajar berdasarkan domein/kawasan/ranah tujuan, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Menurut Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domein ialah: 1) Domein kognitif, yang menitik beratkan aspek cipta. 2) Domein afektif, aspek sikap. 3) Dornein psikomotor, untuk aspek gerak.
Gagne mengklasifikasi lima macam kemampuan ialah: 1) Keterampilan intelektual. 2) Strategi kognitif. 3) Informasi verbal. 4) Keterampilan motorik. 5) Sikap dan nilai.
Di samping pengelompokan
(klasifikasi) tersebut di atas, masih ada pengelompokkan yang lebih
komprehensif dalam arti meninjau beberapa faktor sekaligus seperti, wawasan
tentang manusia dan dunianya, tujuan serta lingkungan belajar. Pendapat ini
dikemukakan oleh Bruce Joyce dan Marsha Well dengan mengemukakan rumpun
model-model mengajar sebagai berikut :
a. Rumpun model interaksi sosial
b. Rumpun model pengelola informasi
Rumpun model personal-humanistik
c. Rumpun model modifikasi tingkah
laku.
T. Raka Joni mengemukakan suatu
kerangka acuan yang dapat digunakan untuk memahami strategi belajar-mengajar,
sebagai berikut:
1. Pengaturan guru-siswa :
o Dari segi pengaturan guru dapat
dibedakan antara : Pengajaran yang diberikan oleh seorang guru atau oleh tim
o Hubungan guru-siswa, dapat dibedakan
: Hubungan guru-siswa melalui tatap muka secara langsung ataukah melalui media
cetak maupun media audio visual.
o Dari segi siswa, dibedakan antara :
Pengajaran klasikal (kelompok besar) dan kelompok kecil
(antara 5 - 7 orang) atau pengajaran Individual (perorangan).
(antara 5 - 7 orang) atau pengajaran Individual (perorangan).
2. Struktur peristiwa belajar-mengajar
:
Struktur peristiwa belajar, dapat bersifat tertutup dalam arti segala sesuatunya telah ditentukan secara ketat, misalnya guru tidak boleh menyimpang dari persiapan mengajar yang telah direncanakan. Akan tetapi dapat terjadi sebaliknya, bahwa tujuan khusus pengajaran, materi serta prosedur yang ditempuh ditentukan selama pelajaran berlangsung. Struktur yang disebut terakhir ini memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut berperan dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana langkah langkah yang akan ditempuh.
Struktur peristiwa belajar, dapat bersifat tertutup dalam arti segala sesuatunya telah ditentukan secara ketat, misalnya guru tidak boleh menyimpang dari persiapan mengajar yang telah direncanakan. Akan tetapi dapat terjadi sebaliknya, bahwa tujuan khusus pengajaran, materi serta prosedur yang ditempuh ditentukan selama pelajaran berlangsung. Struktur yang disebut terakhir ini memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut berperan dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana langkah langkah yang akan ditempuh.
3. Peranan guru-siswa dalam mengolah
pesan :
Tiap peristiwa belajar-mengajar bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, ingin menyampaikan pesan, informasi, pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada siswa. Pesan tersebut dapat diolah sendiri secara tuntas oleh guru sebelum disampaikan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendid yang diharapkan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendid yang diharapkan mengolah dengan bantuan sedikit atau banyak dan guru. Pengajaran yang disampaikan dalam keadaan siap untuk ditedma siswa, disebut strategi ekspositorik, sedangkan yang masih harus diolah oleh siswa dinamakan heudstik atau hipotetik. Dan strategi heuristik dapat dibedakan menjadi dua jenis ialah penemuan (discovery) dan penyelidikan (inquiry), yang keduanya telah diterangkan pada awal bab ini.
Tiap peristiwa belajar-mengajar bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, ingin menyampaikan pesan, informasi, pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada siswa. Pesan tersebut dapat diolah sendiri secara tuntas oleh guru sebelum disampaikan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendid yang diharapkan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendid yang diharapkan mengolah dengan bantuan sedikit atau banyak dan guru. Pengajaran yang disampaikan dalam keadaan siap untuk ditedma siswa, disebut strategi ekspositorik, sedangkan yang masih harus diolah oleh siswa dinamakan heudstik atau hipotetik. Dan strategi heuristik dapat dibedakan menjadi dua jenis ialah penemuan (discovery) dan penyelidikan (inquiry), yang keduanya telah diterangkan pada awal bab ini.
4. Proses pengolahan pesan :
Dalam peristiwa belajar-mengajar, dapat terjadi bahwa proses pengolahan pesan bertolak dari contoh-contoh konkret atau peristiwa-peristiwa khusus kemudian diambil suatu kesimpulan (generalisasi atau pnnsip-pnnsip yang bersifat umum). Strategi belajar-mengajar yang dimulai dari hal-hal yang khusus menuju ke umum tersebut, dinamakan strategi yang bersifat induktif.
Dalam peristiwa belajar-mengajar, dapat terjadi bahwa proses pengolahan pesan bertolak dari contoh-contoh konkret atau peristiwa-peristiwa khusus kemudian diambil suatu kesimpulan (generalisasi atau pnnsip-pnnsip yang bersifat umum). Strategi belajar-mengajar yang dimulai dari hal-hal yang khusus menuju ke umum tersebut, dinamakan strategi yang bersifat induktif.
Pemilihan strategi belajar-mengajar
Titik tolak untuk penentuan strategi belajar-mengajar tersebut adalah perumusan tujuan pengajaran secara jelas. Agar siswa dapat melaksanakan kegiatan belajar-mengajar secara optimal, selanjutnya guru harus memikirkan pertanyaan berikut : “Strategi manakah yang paling efektif dan efisien untuk membantu tiap siswa dalam pencapaian tujuan yang telah dirumuskan?” Pertanyaan ini sangat sederhana namun sukar untuk dijawab, karena tiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda. Tetapi strategi memang harus dipilih untuk membantu siswa mencapai tujuan secara efektif dan produktif.
Titik tolak untuk penentuan strategi belajar-mengajar tersebut adalah perumusan tujuan pengajaran secara jelas. Agar siswa dapat melaksanakan kegiatan belajar-mengajar secara optimal, selanjutnya guru harus memikirkan pertanyaan berikut : “Strategi manakah yang paling efektif dan efisien untuk membantu tiap siswa dalam pencapaian tujuan yang telah dirumuskan?” Pertanyaan ini sangat sederhana namun sukar untuk dijawab, karena tiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda. Tetapi strategi memang harus dipilih untuk membantu siswa mencapai tujuan secara efektif dan produktif.
Langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut; Pertama menentukan tujuan dalam arti merumuskan tujuan dengan jelas sehingga dapat diketahui apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa, dalam kondisi yang bagaimana serta seberapa tingkat keberhasilan yang diharapkan. Pertanyaan inipun tidak mudah dijawab, sebab selain setiap siswa berbeda, juga tiap guru pun mempunyai kemampuan dan kwalifikasi yang berbeda pula. Disamping itu tujuan yang bersifat afektif seperti sikap dan perasaan, lebih sukar untuk diuraikan (dijabarkan) dan diukur. Tujuan yang bersifat kognitif biasanya lebih mudah. Strategi yang dipilih guru untuk aspek ini didasarkan pada perhitungan bahwa strategi tersebut akan dapat membentuk sebagaimana besar siswa untuk mencapai hasil yang optimal.
Namun guru tidak boleh berhenti sampai disitu, dengan kemajuan teknologi, guru dapat mengatasi perbedaan kemampuan siswa melalui berbagai jenis media instruksional. Misalnya, sekelompok siswa belajar melalui modul atau kaset audio, sementara guru membimbing kelompok lain yang dianggap masih lemah.
Kriteria Pemilihan Strategi Belajar-mengajar, menurut Gerlach dan Ely adalah:
1. Efisiensi :
Seorang guru biologi akan mengajar insekta (serangga). Tujuan pengajarannya berbunyi : Diberikan lima belas jenis gambar binatang, yang belum diberi nama, siswa dapat menunjukkan delapan jenis binatang yang termasuk jenis serangga. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang paling efisien ialah menunjukkan gambar jenis-jenis serangga itu dan diberi nama, kemudian siswa diminta memperhatikan ciri-cirinya. Selanjutnya para siswa diminta mempelajari di rumah untuk dihafal cirinya, sehingga waktu diadakan tes mereka dapat menjawab dengan betul. Dengan kata lain mereka dianggap telah mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan Strategi ekspository tersebut memang merupakan strategi yang efisien untuk pencapaian tujuan yang bersifat hafalan. Untuk mencapai tujuan tersebut dengan strategi inquiry mungkin oleh suatu konsep, bukan hanya sekedar menghafal.
Strategi ini lebih tepat. Guru dapat menunjukkan berbagai jenis binatang, dengan sketsa atau slide kemudian siswa diminta membedakan manakah yang termasuk serangga; ciri-cirinya, bentuk dan susunan tubuhnya, dan sebagainya. Guru menjawab pertanyaan siswa dengan jawaban pelajari lebih jauh. Mereka dapat mencari data tersebut dari buku-buku di perpustakaan atau melihat kembali gambar (sketsa) yang ditunjukkan guru kemudian mencocokkannya. Dengan menunjuk beberapa gambar, guru memberi pertanyaan tentang beberapa spesies tertentu yang akhirnya siswa dapat membedakan mana yang termasuk serangga dan mana yang bukan serangga. Kegiatan ini sampai pada perolehan konsep tentang serangga.
Metode terakhir ini memang membawa siswa pada suatu pengertian yang sama dengan yang dicapai melalui ekspository, tetapi pencapaiannya jauh lebih lama. Namun inquiry membawa siswa untuk mempelajari konsep atau pnnsip yang berguna untuk mengembangkan kemampuan menyelidiki.
Seorang guru biologi akan mengajar insekta (serangga). Tujuan pengajarannya berbunyi : Diberikan lima belas jenis gambar binatang, yang belum diberi nama, siswa dapat menunjukkan delapan jenis binatang yang termasuk jenis serangga. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang paling efisien ialah menunjukkan gambar jenis-jenis serangga itu dan diberi nama, kemudian siswa diminta memperhatikan ciri-cirinya. Selanjutnya para siswa diminta mempelajari di rumah untuk dihafal cirinya, sehingga waktu diadakan tes mereka dapat menjawab dengan betul. Dengan kata lain mereka dianggap telah mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan Strategi ekspository tersebut memang merupakan strategi yang efisien untuk pencapaian tujuan yang bersifat hafalan. Untuk mencapai tujuan tersebut dengan strategi inquiry mungkin oleh suatu konsep, bukan hanya sekedar menghafal.
Strategi ini lebih tepat. Guru dapat menunjukkan berbagai jenis binatang, dengan sketsa atau slide kemudian siswa diminta membedakan manakah yang termasuk serangga; ciri-cirinya, bentuk dan susunan tubuhnya, dan sebagainya. Guru menjawab pertanyaan siswa dengan jawaban pelajari lebih jauh. Mereka dapat mencari data tersebut dari buku-buku di perpustakaan atau melihat kembali gambar (sketsa) yang ditunjukkan guru kemudian mencocokkannya. Dengan menunjuk beberapa gambar, guru memberi pertanyaan tentang beberapa spesies tertentu yang akhirnya siswa dapat membedakan mana yang termasuk serangga dan mana yang bukan serangga. Kegiatan ini sampai pada perolehan konsep tentang serangga.
Metode terakhir ini memang membawa siswa pada suatu pengertian yang sama dengan yang dicapai melalui ekspository, tetapi pencapaiannya jauh lebih lama. Namun inquiry membawa siswa untuk mempelajari konsep atau pnnsip yang berguna untuk mengembangkan kemampuan menyelidiki.
2. Efektifitas :
Strategi yang paling efisien tidak selalu merupakan strategi yang efektif. Jadi efisiensi akan merupakan pemborosan bila tujuan akhir tidak tercapai. Bila tujuan tercapai, masih harus dipertanyakan seberapa jauh efektifitasnya. Suatu cara untuk mengukur efektifitas ialah dengan jalan menentukan transferbilitas (kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang dipelajari. Kalau tujuan dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan suatu strategi tertentu dari pada strategi yang lain, maka strategi itu efisien. Kalau kemampuan mentransfer informasi atau skill yang dipelajari lebih besar dicapai melalui suatu strategi tertentu dibandingkan strategi yang lain, maka strategi tersebut lebih efektif untuk pencapaian tujuan.
Strategi yang paling efisien tidak selalu merupakan strategi yang efektif. Jadi efisiensi akan merupakan pemborosan bila tujuan akhir tidak tercapai. Bila tujuan tercapai, masih harus dipertanyakan seberapa jauh efektifitasnya. Suatu cara untuk mengukur efektifitas ialah dengan jalan menentukan transferbilitas (kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang dipelajari. Kalau tujuan dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan suatu strategi tertentu dari pada strategi yang lain, maka strategi itu efisien. Kalau kemampuan mentransfer informasi atau skill yang dipelajari lebih besar dicapai melalui suatu strategi tertentu dibandingkan strategi yang lain, maka strategi tersebut lebih efektif untuk pencapaian tujuan.
3. Kriteria lain :
Pertimbangan lain yang cukup penting dalam penentuan strategi maupun metode adalah tingkat keterlibatan siswa. (Ely. P. 186). Strategi inquiry biasanya memberikan tantangan yang lebih intensif dalam hal keterlibatan siswa. Sedangkan pada strategi ekspository siswa cenderung lebih pasif. Biasanya guru tidak secara murni menggunakan ekspository maupun discovery, melainkan campuran. Guru yang kreatif akan melihat tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dimiliki siswa, kemudian memilih strategi yang lain efektif dan efisien untuk mencapainya.
Pertimbangan lain yang cukup penting dalam penentuan strategi maupun metode adalah tingkat keterlibatan siswa. (Ely. P. 186). Strategi inquiry biasanya memberikan tantangan yang lebih intensif dalam hal keterlibatan siswa. Sedangkan pada strategi ekspository siswa cenderung lebih pasif. Biasanya guru tidak secara murni menggunakan ekspository maupun discovery, melainkan campuran. Guru yang kreatif akan melihat tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dimiliki siswa, kemudian memilih strategi yang lain efektif dan efisien untuk mencapainya.
Klasifikasi strategi pembelajaran
adalah pengelompokan strategi pembelajaran berdasarkan segi-segi yang sejenis
yang terdapat dalam setiap strategi pembelajaran. Pengelompokan ini dapat
dilakukan berdasarkan komponen-komponen yang terdapat dalam proses
pembelajaran. Berikut ini dipaparkan komponen-komponen yang terdapat dalam
proses pembelajaran yang dikemukakan oleh Gulo (2002).
1. Tujuan Pembelajaran
Dalam proses pembelajarandikenal dua macam tujuan pengajaran, yaitu tujuan instruksinal (instructional effect) dan tujuan iringan (nurturant effect). Tujuan instruksional dinyatakan secara eksplisit dalam GBPP (Gariw-Garis Besar Program Pengajaran), sedangkan tujuan iringan tidak terdapat dalam GBPP,tetapi bergantung pada pengajar dalam merancang strategi pembelajarannya. Tujjuan iringan diperoleh peserta didik jika ia terlibat dalam proses pembelajaran. Tujuan iringan diperoleh peserta didk melalui penampilan pengajar, situasi yang diciptaakan pengajar dalam mengelola pelajaran, dan penampilan pribadi pengajar. Sikap disiplin seorang pengajar akan menurun kepada peserta didiknya.
Tujuan pengajaran yang berbeda mengharuskan pengajar memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang berbeda pula. Tujuan pengajaran yang berorientasi pada pembentukan sikap tentu tidak akan dapat dicapai denganstrategi pembelajaran yang berorientasi pada dimensi kognitif. Tujuan pengajaran merupakan faktor atau acuan yang harus dipertimbangkan dalam memilih strategi pembelajaran.
2. Pengajar
Setiap pengajar dituntuut untuk meguasai berbagai kemampuan sebagai pengajar profesional dalam bidangnya. Peran pengajardalam kegiatan pembelajaran bukan sekedar menjalankan proses pembelajaran secara teknis mekanis menurut ketentuan-ketentuan yang ada. Ia adalahorang yang bertanggung jawab dalammelaksanakan tugasnya. Dalam melaksanakan pekerjaannya ia tidak bergantung padatugas itu sendiri, tetapi bergantung pula pada wawasan kependidikan yang dimilikinya. Wawasan kependidikan pengajar pada hakikatnya menunjuk pada cara seorang pengajar melihat dirinya dan tugas-tugasnya yang bersumber pada pandangan hidup yang dimilikinya.
Adapun perbedaan dalam memilih strategi pembelajaran yang akan digunakan oleh seorang pengajar yang lain pada tahap program, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman, pengetahuan, kemampuan menyajikan pelajaran, gaya mengajar, pandangan hidup, dan wawasan masing-masing.
1. Tujuan Pembelajaran
Dalam proses pembelajarandikenal dua macam tujuan pengajaran, yaitu tujuan instruksinal (instructional effect) dan tujuan iringan (nurturant effect). Tujuan instruksional dinyatakan secara eksplisit dalam GBPP (Gariw-Garis Besar Program Pengajaran), sedangkan tujuan iringan tidak terdapat dalam GBPP,tetapi bergantung pada pengajar dalam merancang strategi pembelajarannya. Tujjuan iringan diperoleh peserta didik jika ia terlibat dalam proses pembelajaran. Tujuan iringan diperoleh peserta didk melalui penampilan pengajar, situasi yang diciptaakan pengajar dalam mengelola pelajaran, dan penampilan pribadi pengajar. Sikap disiplin seorang pengajar akan menurun kepada peserta didiknya.
Tujuan pengajaran yang berbeda mengharuskan pengajar memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang berbeda pula. Tujuan pengajaran yang berorientasi pada pembentukan sikap tentu tidak akan dapat dicapai denganstrategi pembelajaran yang berorientasi pada dimensi kognitif. Tujuan pengajaran merupakan faktor atau acuan yang harus dipertimbangkan dalam memilih strategi pembelajaran.
2. Pengajar
Setiap pengajar dituntuut untuk meguasai berbagai kemampuan sebagai pengajar profesional dalam bidangnya. Peran pengajardalam kegiatan pembelajaran bukan sekedar menjalankan proses pembelajaran secara teknis mekanis menurut ketentuan-ketentuan yang ada. Ia adalahorang yang bertanggung jawab dalammelaksanakan tugasnya. Dalam melaksanakan pekerjaannya ia tidak bergantung padatugas itu sendiri, tetapi bergantung pula pada wawasan kependidikan yang dimilikinya. Wawasan kependidikan pengajar pada hakikatnya menunjuk pada cara seorang pengajar melihat dirinya dan tugas-tugasnya yang bersumber pada pandangan hidup yang dimilikinya.
Adapun perbedaan dalam memilih strategi pembelajaran yang akan digunakan oleh seorang pengajar yang lain pada tahap program, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman, pengetahuan, kemampuan menyajikan pelajaran, gaya mengajar, pandangan hidup, dan wawasan masing-masing.
3. Peserta Didik
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menetukan strategi pembelajaran yang tepat adalah pesertadidik. Hal ini disebabkan adanya perbedaan latar belakang ari masing-masing peserta didik, seperti lingkungan sosial, gaya belajar, keadaan ekonomi, dan tingkat kecerdasan. Makin tinggi kemajemukan masyarakat, makin bear pula perbedaan atau variasi ini di dalam kelas.
4. Materi Pelajaran
Komponen ini merupakan salah satu masukan yang harus dipertimbangkan dalam memilih strategi pembelajaran. Materi pelajaran dapat dibedakan antara materi formal dan materi informal. Materi formal adalah isi pelajaran yang terdapat dalam buku teks resmi di sekolah, sedangkan materi informal adalah bahan-bahan pelajaran yang bersumber dari lingkungan sekolah yang bersangkutan. Bahan-bahan yang bersifati informal ini dibutuhkan agar pengajaran lebih relevan dan aktual serta faktual.
5. Metode Pengajaran
Adanya berbagai metode pengajaran perlu dipertimbangkan dalam strategi pembelajaran. Ini perlu karena pemakaian suatu metode akan mempengaruhi bentuk strategi pembelajaran.
6. Media Pengajaran
Dewasa ini tersedia bermacam-macam media pengajaran, mulai dari yang tradisional sampai yang paling canggih, seperti peralatan laboratorium yang modern, komputer, LCD, dan lainya. Keberhasilan program pengajaran tidak semata-mata tergatung dari canggih atau tidaknya media yang digunakan, tetapi dari ketepatan dan keefektifan media yang digunakan oleh pengajar. Media pengajran yang tersedia akan berpengaruh pada pemilihan strategi pembelajaran.
7. Faktor Administrasi dan Finansial
Aktor-faktor yang tidak boleh diabaikan dalam pemilihan strategi pembelajaran adalah segi administrasi dan finansial, seperti jadwal pelajaran, kondisi gedung, dan ruang belajar. Pada intinya, sarana dan prasarana harus menjadi faktor penunjang yang benar-benar berfungsi selama proses pembelajaran brelangsung. Keberadaan variabel ini merupakan sebuah keharusan. Demikian pula, berkenaan dengan masalah pendanaan atau finansial. Kelancaran proses belajarpun sering bergantung pada faktor ini